progresifjaya.id, JAKARTA – Keterangan tegas dua saksi menjelaskan perbuatan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama (Dirut) dan Komisaris PT. Innovative Plastik Packaging (PT. IPP) yakni, terdakwa Alex Wijaya dan anaknya terdakwa Ng. Meiliani (penuntutan berkas terpisah) yang berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur.
“Akhir tahun 2013 saya diajak oleh ibu Netty Malini untuk bertemu terdakwa Alex dan terdakwa Ng. Meiliani di Royal Senayan City,” kata saksi Budianto Salim yang bekerja di PT. IBS didepan majelis hakim pimpinan Tumpanuli Marbun, SH.,MH didampingi Budiarto, SH dan Tiares Sirait, SH.,MH di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, pekan lalu.
Dia katakan, pada pertemuan tersebut dalam rangka membicarakan tentang investasi di PT. IPP yang bergerak dibidang packing plastik, dimana menurut kedua terdakwa saat itu mengaku sebagai direktur di perusahaan tersebut, bahkan disebut pula bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan besar dan bonafide serta banyak mengenal orang kuat.
“Untuk lebih meyakinkan agar ibu Netty Malini berinvestasi di PT. IPP, Alex Wijaya pun mengaku sebagai anggota intelijen, akhirnya ibu Netty Malini menginvestasikan uangnya sebesar Rp 10 miliar, karena dijanjikan pula akan diberikan bunga sebesar 2 % setiap bulan sebagai keuntungan,” tegasnya.
Selain terdakwa Alex Wijaya, tambah Budianto Salim, turut juga terdakwa Ng. Meiliani berperan “membujuk” dengan mengatakan, berinvestasi di PT. IPP sangat menjanjikan, menggiurkan dan investasinya aman, serta kedua terdakwa menjanjikan bunga investasi akan diberikan 2 % setiap bulan sebagai keuntungannya.
Pada pertemuan kedua sekitar Januari atau Februari tahun 2014, lanjut dia, sebenarnya waktu itu, ibu Netty Malini berniat menagih dana investasi dan profit sebagaimana yang dijanjikan Alex Wijaya dan Ng. Meiliani.
“Namun terdakwa Alex Wijaya justru meminta agar ibu Netty Malini menambah jumlah investasinya, dengan alasan perusahaannya sedang berkembang dan akan go publik, sembari mengeluarkan draf Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berupa foto copy sebesar Rp 22 miliar,” tegas Budianto Salim.
“Apakah saudara saksi ikut mendengarkan apa saja yang dibicarakan antara Alex Wijaya, Ng. Meiliani dan Netty Malini, sehingga saudara mengetahui pembicaraan mereka tersebut,” tanya majelis hakim.
“Ya, pak hakim Yang Mulia ! Saat itu saya juga ikut duduk bersama dalam pertemuan tersebut, hanya saja saya tidak turut berbicara,” tegas saksi yang saat pembicaraan penawaran tentang investasi dirinya duduk bersama hingga dengan jelas mendengar pembicaraan tersebut.
“Saudara sudah disumpah, jadi ungkapkan sejujur-jujurnya, karena ada sanksi hukumnya apabila keterangan saudara tidak benar ! Karena, tadi terdakwa Ng. Meiliani membantah tidak mengenal saudara,” kata majelis hakim mengingatkan saksi.
“Ya, pak majelis Yang Mulia ! Saya sudah disumpah dan bantahan itu hak dia, tetapi itulah adanya Yang Mulia ! Saat itu saya ikut, kok ! Dan saya juga melihat Alex Wijaya memberikan satu lembar Cek senilai Rp 10 miliar sebagai jaminan,” tegas saksi kembali.
Nah, tambah dia, ketika ibu Netty Malini menagih dana investasi dan profitnya sebagaimana yang dijanjikan kedua terdakwa. Alex Wijaya beralasan prosesnya butuh prosedur, jadi sabar dulu. Kemudian saat kembali ditagih, dikatakannya, bahwa perusahaannya kehilangan uang dalam jumlah besar yang diambil karyawannya.
Dikatakannya, ketika ibu Netty Malini kembali melakukan penagihan terkait investasi dan profit, namun tidak ada tanggapan, hingga ibu Netty Malini mengatakan, kalau begini caranya dirinya akan melaporkan Alex Wijaya dan Ng. Meiliani ke Polisi.
“Jangan coba melaporkan saya, jangan coba mempermalukan saya, saya tahu keberadaan leluargamu, saya tahu anak-anak kamu siapa,” katanya lagi.
“Dari mana saudara tahu bahwa Alex Wijaya mengeluarkan nada ancaman kepada Netty Malini,” tanya Tim penasehat hukum kedua terdakwa yakni, Dr. Efendi Lod Simanjuntak, SH.,MH, VMF. Dwi Rudatiyani, SH, Purnawan Saragih, SH dan Johan Pratama, SH serta Gideon, SH dari Kantor Hukum “DR & Partners”.
“Lho, kebetulan usai makan siang, saya keruang meeting bersama ibu Netty Malini dan dia menelepon Alex Wijaya melalui telepon genggam (handphone) dengan memakai speakernya dan kami mendengarkan nada ancaman tersebut dari Alex Wijaya,” kata saksi.
Sebelumnya, Netty Malini sebagai korban dugaan penipuan dan penggelapan sebesar Rp 22 miliar dalam keterangannya didepan majelis hakim mengatakan, dirinya tidak pernah sama sekali menerima keuntungan 2% dari nilai uang sebesar Rp 10 miliar maupun dari seluruh total jumlah uang sebesar Rp 22 miliar sebagaimana yang dijanjikan terdakwa Alex Wijaya dan terdakwa Ng. Meiliani.
Dikatakannya, apa bila dirinya melakukan penagihan, Alex Wijaya beralasan sabar dulu karena proses itu butuh prosedur, kemudian dia beralasan bahwa uang perusahaannya hilang diambil sama karyawannya yang bernama Conny dalam jumlah yang besar.
“Ketika saya menagihnya, kadang melalui Whatshapp (WA) dia sepertinya marah, dia katakan jangan tulis disitu, kamu kan tahu saya anggota intelijen, Hp saya disadap makanya setiap malam forwardnya saya hapus,” kata Netty Malini menirukan perkataan Alex Wijaya.
Bahkan, dikatakannya, Alex Wijaya ketika akan dilaporkan ke Polisi atas perbuatannya, dirinya menerima ancaman.
“Coba kamu laporkan saya, jangan membuat malu saya, saya tahu rumah kamu dimana, saya tahu anak-anak kamu siapa,” kata Netty Malini menirukan kembali ancaman Alex Wijaya.
Ditambahkannya, ketika hal tersebut juga dilakukan kepada terdakwa Ng Meiliani (terdakwa dalam penuntutan terpisah) yang tidak lain adalah anaknya selalu menjawab, bahwa dia tidak tahu hal itu dan menyuruhnya mempertanyakan sama bapaknya.
“Lho gimana, dulu kan janjinya berdua, kenapa sekarang jadi lempar-lemparan,” jawab saksi korban saat dia melakukan penagihan kepada terdakwa Ng. Meiliani.
Namun, sebagaimana fakta dalam persidangan secara virtual, kedua terdakwa tetap membantah keterangan kedua saksi terkait adanya pertemuan, bahkan kedua terdakwa mengklaim tidak pernah mengenal saksi Budianto Salim dan mengenai Cek senilai Rp 10 miliar dikatakan terdakwa Alex Wijaya hanya sebagai kode, bukan sebagai jaminan.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan Rumondang Sitorus, SH didampingi Sorta Afriani, SH sebagai jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta mempersalahkan kedua terdakwa melakukan penipuan dan penggelapan uang yang mengakibatkan kerugian kepada saksi korban Netty Malini sebesar Rp 22 miliar.
Menurut JPU, akibat perbuatan tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP dan/atau pasal 372 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : https://www.progresifjaya.id/keterangan-tegas-dua-saksi-memberatkan-dirut-dan-komisaris-pt-ipp-terdakwa-penipuan-atau-penggelapan/
pengacara litigasi jakarta, lawyer litigation, pengacara kriminal jakarta, lawyer litigasi jakarta, criminal lawyer indonesia, pengacara perusahaan jakarta, corporate lawyer jakarta, corporate lawyer indonesia, advokat jakarta, pengacara jakarta